|
Inzet |
PENDAPAT HUKUM
Untuk kasus debitur : X
Plafond Pinjaman : Rp.450.000.000,-
A. Para Pihak
1. PT. Bank M adalah Bank Perkreditan yang berkedudukan di Palembang yang anggaran dasar
pendiriannya pertama kali dimuat dalam akta tertanggal 12 April 2006 yang
dibuat dihadapan RUSNALDY, Sarjana Hukum, Notaris di Palembang dan telah
mendapat pengesahan dari menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana
ternyata dalam surat keputusannya tertanggal 29 Mei 2006
No.C-15392.HT.01.01.TH.2006 selaku kreditor yang memberikan fasilitas pinjaman
tertentu kepada debitur selanjutnya
disebut pihak Bank.
2. X adalah pihak
yang berhutang dengan jumlah tertentu dengan
jangka waktu tertentu pada bank selajutnya disebut Debitur.
3. P adalah pihak yang mengikatkan diri dengan menjaminkan
harta berupa tanah berikut bangunan yang berdiri diatasnya baik karena sifarnya
maupun karena perundang-undangan dianggap sebagai benda tetap pada pihak Bank
selanjutnya disebut penjamin.
B. Permasalahan
Akibat hukum atas jaminan fidusia dan hak
tanggungan yang tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia dan di Badan
Pertanahan Nasional (BPN)
C. Dasar Hukum
1. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia dan ;
2. Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
D. Kasus Posisi atau Kronologis
- Bahwa
Debitur mengajukan pinjaman kepada Pihak Bank sebagaimana ternyata dalam Surat
Permohonan Pinjaman Saudara
No.013/SP3-MAS/02/2007 tanggal 23 Februari 2007 dan Pihak bank menyetujui atas fasilitas pinjaman
debitur tersebut.
-
Bahwa
Debitur mengikatkan diri pada Bank dengan menandatangani Perjanjian Pinjaman Modal
Kerja Non Angsur kepada Bank pada
tanggal 23 Februari 2007 untuk pinjaman sebesar Rp.450.000.000,- (empat ratus
lima puluh juta rupiah) dengan jagka waktu selama 2 (dua) bulan sejak 23
Februari 2007 sampai 23 April 2007 yang diikat
dengan perjanjian antara lain :
a.
Perjanjian
pinjaman Plafond No.226/PMK-MAS/II/2007, tanggal 23 Februari 2007 ;
b.
Perjanjian
Penyerahan Jaminan Fidusia tanggal 23 Februari 2007 ;
c. Akta Pengakuan Hutang No.87 tertangal 23
Februari 2007 yang dibuat dihadapan ELMADIANTINI, SH, Notaris di Palembang ;
d. Surat Kuasa Membebanan Hak Tanggungan
No.05 tanggal 23 Februari 2007 yang dibuat dihadapan NYONYA IRENE YOVITA,SH,
Notaris di Bekasi.
-
Bahwa
untuk menjamin pelunasan hutang debitur, debitur meyerahkan BPKB kendaraan bermotor (mobil)
yang dikuasai dan penjamin menyerahkan
Sertipikat Hak Milik sebagai jaminan dengan data sebagai berikut :
1. BPKB No. : A 2977400
Merk/Type :
Suzuki/SJ 410
Jenis/Model : Mobil penumpang/Jeep
Tahun : 1995
Warna : Biru Metalik ;
2.
BPKB No. : A 6362869 O
Merk/Type : Toyota
Jenis/Model : Mobil Penumpang
Tahun : 1998
Warna : HijauMetalik
3. Sebidang tanah dengan Sertipikat Hak Milik No.
1263/Utan Panjang tanggal 09 Oktober 2000 yang terletak di Propinsi DKI
Jakarta, Kota jakarta Pusat, kecamatan Kemayoran, Kelurahan Utan Panjang, sebagaimana
ternyata dalam Surat Ukur No.02162/U.Panjang/2000 tanggal 16 Oktober 2000
seluas 27 m2 yang terdaftar atas nama
P.
-
Bahwa
saat ini pertanggal 01 April 2011 hutang debitur dapat dipericikan sebagai
berikut :
Pinjaman Modal Kerja Non Angsur
-
Bahwa sampai saat ini debitur belum juga meyelesaikan
kewajiban-kewajibannya sementara itu berdasarkan keterangan dari Head Kolektor
pihak Bank debitur saat ini sedang di tahan polisi sehubungan dengan kasus
narkoba.
E. Analisa Hukum
1.
Tentang Jaminan Fidusia
Bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas
benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda yang
tidak bergerak yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai
agunan atas pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya, sedangkan
perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor yang melibatkan penjaminan.
Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan tapi untuk
menjamin kepastian hukum bagi kreditor maka dibuat akta yang dibuat Notaris dan
didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia, Selanjutnya kreditor akan memperoleh
Sertipikat Fidusia yang berirah-irah “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa” yang memiliki kekuatan
Eksekutorial langsung apabila Debitor
melakukan pelanggaran perjanjian Fidusia (cidera janji) kepada Kreditor sesuai
dengan Undang-Undang No.42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
Akta bawah Tangan
Akta bawah tangan adalah akta yang dibuat antara
para pihak dimana pembuatanya tidak
dibuat dihadapan pejabat pembuat akta yang sah yang ditetapkan oleh
Undang-undang (Notaris/PPAT)
Menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia UU No.42
tahun 1999 pasal 11 (I) menyebutkan bahwa
Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan atau
dibuatkan Sertipikat jaminan Fidusia mempunyai akibat hukum yang kompleks dan
berisiko, Kreditor bisa melakukan hak
eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulan kesewenang-wenangan
dari kreditor, jadi perjanjian jaminan
secara fidusia yang tidak didaftakan di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak sah
secara hukum dan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.
Bahwa sehubungan dengan itu perjanjian yang dibuat
dibawah tangan antara debitur dengan
pihak bank yang termuat dalam Perjanjian
pinjaman Plafond No.226/PMK-MAS/II/2007, tanggal 23 Februari 2007, Perjanjian
Penyerahan Jaminan Fidusia tanggal 23 Februari 2007, Akta Pengakuan Hutang
No.87 tertangal 23 Februari 2007 yang dibuat dihadapan ELMADIANTINI, SH,
Notaris di Palembang berlaku sebagai perjanjian pokok, sedangkan perjanian
tambahannya atau accesoir tidak dibuat
yang demikian tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sehingga tidak dapat
diselesaikan melalui Litigasi di Pengadilan atau melalui lelang KPKNL.
2. Hak Tanggungan
Hak Tanggungan
adalah hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar-Dasar Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang
memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.
Dalam Hak Tanggungan berlaku asas publisitas atau asas keterbukaan. Hal ini
ditentukan dalam Pasal 13 UUHT. Menurut Pasal 13 UUHT itu, pemberian Hak
Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran pemberian Hak
Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan
mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga (lihat Penjelasan Pasal 13
ayat (1) UUHT). Tidak adil bagi pihak ketiga yang terkait dengan pembebanan
suatu Hak Tanggungan apabila pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk mengetahui
tentang pembebanan Hak Tanggungan itu. Hanya dengan cara pencatatan atau
pendaftaran yang terbuka bagi umum maka memungkinkan pihak ketiga dapat
mengetahui tentang adanya pembebanan Hak Tanggungan atas suatu hak atas tanah.
Salah satu perwujudan pemberian kepastian hukum, sebagaimana yang disebutkan
dalam bagian menimbang pada pembukaan UUHT, adalah adanya kewajiban pendaftaran
Hak Tanggungan sebagai pewujudan dari asas publisitas, walaupun prinsip yang
sama juga sudah diterapkan dalam Hipotik.
Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan
Dalam pasal 15
ayat 2 Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
tanah berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah menyebutan bahwa
” Kuasa untuk membebankan hak tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak
dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah
dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebgaimana dimaksus ayat (3)
dan ayat (4)”.
Selanjutnya dijelaskan dalam ayat
3 Undang-Undang ini bahwa :
“ Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib
diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1
(satu) bulan setelah diberikan”.
Ayat 4 Pasal 15 Undang-undang ini
meyebutkan bahwa :
“ Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib
diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sesudah diberikan.
Pada ayat 6 Pasal 15
Undang-undang ini menjelaskan bahwa :
“ Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) atau
ayat (4) atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan seabagaimana yang
dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum”.
Selanjutnya
menelaah kasus debitur tersebut diatas bahwa pinjaman debitur tersebut diikat
dengan Surat Kuasa Membebanan Hak
Tanggungan Nomor 05 tanggal 23 Februari 2007 yang dibuat dihadapan NYONYA IRENE
YOVITA, SH, Notaris di Bekasi yang
berlaku hanya satu bulan sejak ditandatanganinya SKMHT sehingga berakhir pada tanggal
23 Maret 2007 tidak dilanjutkan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
sehingga akta SKMHT berakhir dengan sendirinya dan batal demi hukum (pasal 15
ayat 6).
F. Pendapat Hukum
Dari uraian
yang disampaikan sebelumnya, maka kami berpendapat atas kasus debitur
tersebut diatas sebagai berikut :
- Bahwa
perjanjian pinjaman yang dibuat pihak bank dengan debitur hanya meliputi perjanjian pokok saja sedangkan
perjanjian ikutan atau accesoir tidak dibuatkan sehingga tidak mempunyai
kekuatan hukum, tidak mempunyai kekuatan eksekutorial dan menjadi batal demi
hukum (vernitigbarheid).
- Bahwa eksekusi atau lelang atas jaminan debitur tersebut diatas
tidak dapat dilakukan baik melalui Pengadilan atau melalui lelang KPKNL namun
demikian kewajiban-kewajiban debitur harus tetap dilunasi dan diselesaikan.
- Bahwa pihak bank dapat menempuh jalan
kekeluargaan dengan pihak debitur atau penjamin atas kewajiban-kewajiban
yang harus diselesaikan dengan menemui langsung debitur atau meminta
kepada penjamin untuk membuat dan menandatangani Akta Kuasa Jual secara
Notariil dihadapan Notaris, yang demikian diperlukan agar bank mendapatkan
pelunasan hutang debitur tersebut, sedangkan mengenai jaminan barang bergerak
berupa kendaraan bermotor roda empat adalah dapat dilakukan dengan menguasai secara
fisik kendaraan tersebut yang demikian untuk melunasi kewajiban-kewaiban
debitur.
G. Kesimpulan
Bahwa bank harus lebih berhati-hati dalam
meberikasn fasilitas pinjaman kepada debitur dengan tetap memperhatikan
kelayakan dan karakter debitur sendiri
terlepas dari pinjaman itu lama atau sebentar, kolega atau rekanan bank harus tetap mengedepankan
aspek legalitas dan kepastian hukum (recht zakerheid).
Demikianlah pendapat ini disampaikan agar dapat digunakan bilamana perlu.
Palembang, 04 April 2011
Oleh : Koko & Glory Law Firm