Jumat, 29 April 2011

Malu Aku Jadi Orang Indonesia










Negeri Ku


Menyimak dan membaca  berita akhir-akhir ini tentang tanah air saya rasanya sependapat dengan Taufik Ismail, ' malu menjadi Orang Indonesia ' mengapa, inilah alasannya : 

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya nomor satu dunia, pengusaha campur aduk jadi penguasa, pejabat sama dengan penjahat,  politikus bermetamorfosis menjadi tikus, korupsi menjadi gaya hidup, konsumerisme, hedonisme,  yang penting eksis atas nama gengsi dan pergaulan, harga keamanan harus dibayar mahal, terorisme dan gerakan sparatisme berdalih agama dan keyakinan diagungkan, Eksekutif sibuk dengan jilat menjilat pantat kekuasaan, Legeslatif sedang asyik mengotak-atik anggaran gedung baru, Yudikatif selingkuh dengan mafia hukum melahirkan anak haram kemunafikan dan ketidakadilan. 

Dinegeriku orang baik dan jujur dimarginalkan, pemulung dan pengemis dikejar-kejar seperti bajingan, para janda dan fakir miskin tidak mendapat santunan,  birokrat dan konglomerat asyik   suap-suapan. 

Dinegeriku suara rakyat dibeli dengan seliter minyak sayur, dua teblek susu, dan mie instan ditambah bonus goyangan erotis artis dangdut dadakan,  ideologi partai politik cuma kiasan, saking cairnya beda platform partai pun  tidak masalah  yang penting sama tujuan yaitu  membagi rata kue kekuasaan, gerakan syahwat merdeka jadi biasa, langit ahlak Indonesia runtuh seruntuh-runtuhnya.                                   

Dinegeriku ekonomi berpihak pada pasar dan empunya duit,  hukum doyong berderak-derak, situasi politik dan keamananlabil, teror bom dan aliran sesat bermunculan, malu dengan budaya lokal dan nasional alih-alih mengidolakan budaya barat dan popular, nilai-nilai gotong royong, tepa selira, toleransi beragama, kebersamaan, toto tentren loh jenawi tergantikan  dengan individualisme, konsumerisme, hedonisme, kapitalisme, anarkisme dan vandalisme.

Malu aku jadi Orang Indonesia............................................................................... !               

Seirama dengan  gundahan diatas berikut saya nukilkan  puisi karya Adhie Massardi yang dibacakan pada malam seni anti korupsi di depan gedung KPK, Jl. HR.Rasun Said Jakarta tanggal 2 November 2009 sehubungan dengan adanya upaya pelemahan KPK.  

 

Negeri Para Bedebah 

Karya : Adhie Massardi 

Ada satu negeri yang dihuni para bedebah 

 

Lautnya pernah dibelah tongkat Musa

Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah

Dari langit burung-burung kondor jatuhkan bebatuan menyala-nyala

 

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?

Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah

Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah

Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah

 

Di negeri para bedebah

Orang baik dan bersih dianggap salah

Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan

Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah

Karena hanya penguasa yang boleh marah

Sedang rakyatnya hanya bisa pasrah

 

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah

Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah

Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum

Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

 

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah

Usirlah mereka dengan revolusi

Bila tak mampu dengan revolusi,

Dengan demonstrasi

Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi

Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan (Adhie Massardi).


Semoga kita bukan termasuk golongan para bedebah  sembari berharap Indonesia berubah,.

Untuk Indonesia yang lebih damai, jujur, dan maju, kalau bukan kita lalu siapa lagi  :) 

 



Kamis, 21 April 2011

Belajar Dari Kasus Arga




Kambing Hitam itu Bernama Arga Tirta Kencana

Mungkin anda pernah membaca atau mengikuti perkembangan kasus dituntutnya kepala devisi legal Bank Century, Arga Tirta Kencana akibat pemberian fasilitas kredit pada empat perusahaan senilai Rp.360 Miliar,.

Sebagai karyawan pada umumnya dan khususnya yang bekerja pada industri jasa perbankan harusnya ini menjadi pelajaran bagi kita semua agar menjunjung prinsip kehati-hatian dan pandai-pandai menganalisa perintah pimpinan,.

Untuk anda yang belum sempat membaca pledoi/pembelaan sekaligus curhatnya ibu Arga atas tuduhan tindak pidana perbankan yang ditujukan padanya,. inilah pembelaannya, cek it dot ! :


Pledoi Arga Tirta Kirana dalam Kasus Bank Century

KASUS BANK CENTURY PERLU KAMBING HITAM SEORANG IBU YANG MEMBANTU SUAMI MENAFKAHI KELUARGA

Disampaikan pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Jakarta, 8 Februari 2011

Bismillahirramannirrahim,
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, salam sejahtera para hadirin sekalian.
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim
Yang Mulia Anggota Majelis Hakim
Yang saya hormati Penuntut Umum,

Yang saya hormati Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengikuti persidangan ini dan Penasihat Hukum, Suamiku, anak-anakku, Kakak-kakakku dan adik-adikku, Teman-teman Solidaritas 80 FHUI, teman-teman ILUNI FHUI, dan para sahabat serta hadirin yang menghadiri persidangan saya ini.

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW., disertai doa semoga Yang mulia Ketua Majelis Hakim, Yang Mulia Anggota Majelis Hakim beserta seluruh keluarga senantiasa dikaruniai nikmat sehat, berkah dan lindungan dari Allah SWT. Doa yang sama saya panjatkan ke hadirat Allah SWT untuk yang Mulia Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beserta seluruh jajaran Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beserta seluruh keluarga. Doa yang sama saya panjatkan kepada Yang saya hormati Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beserta keluarga.

Dengan kerendahan hati saya menghaturkan terima kasih kepada Yang Mulia Majelis Hakim, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan Pledoi Pribadi sehingga saya dapat menjelaskan berbagai hal yang sebenarnya terjadi di dalam kasus pemberian 4 kredit di PT Bank Century Tbk yang menimpa saya. Saya berharap pledoi ini dapat menjadi bahan pertimbangan sehingga putusan yang diambil Yang Mulia Majelis Hakim adalah putusan yang seadil-adilnya.

Izinkanlah saya memulai Pledoi Pribadi ini dengan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada diri saya sehingga saya diajukan ke ruang sidang ini untuk di adili.

TENTANG SAYA PRIBADI
Sebagai Istri dan Ibu 3 orang anak yang ingin beribadah membantu suami menafkahi keluarganya

Pada tahun 2003 dikarenakan PT Bank Merincorp salah satu anak perusahan PT Bank Mandiri dimana saya bekerja harus ditutup dengan cara ‘self liquidation’, maka saya menjadi seorang pengangguran.

Berbekal uang pisah dari PT Bank Merincorp saya membantu suami dengan menjual mukena dan bahan baju muslim dengan hiasan bordiran. Namun karena saya tidak pandai berdagang, usaha saya tidak berkembang dan malah tertipu oleh orang-orang yang mengambil dulu dagangan saya untuk dibayar kemudian namun tidak pernah terbayar dengan alasan macam-macam.

Kemudian saya bertanya ke beberapa teman yang sekiranya dapat membantu saya memberikan pekerjaan, namun dengan usia 42 tahun pada saat itu untuk seorang wanita kiranya agak sulit untuk diterima bekerja.

Kemudian atas bantuan salah seorang teman angkatan 80 di FHUI pada tahun 2004 saya diterima bekerja di kantornya yang bergerak di agen property di Bintaro, namanya ‘Raine n Horne’. Kantor ini tidak memberikan gaji, tetapi hanya memberikan komisi apabila saya berhasil menjual rumah yang dititip jual disana. Bekerja beberapa bulan disana lagi-lagi karena saya tidak pandai berdagang maka saya menganggap saya tidak mampu menjadi pedagang padahal saat itu saya mulai hamil anak ke tiga yang menyebabkan saya pamit kepada teman saya untuk tidak bekerja lagi di kantor agen property itu.
Kemudian pada bulan Maret 2005, putri ke tiga saya lahir. Gaji suami yang pada waktu itu sebagai seorang staf dirasa tidak mencukupi biaya hidup kami sehari-hari walaupun kami telah menjadi agen penjualan air dalam kemasan bermerek dagang Oso. Sebagai ibu rumah tangga dan pengangguran saat itu, benar-benar terasa hari demi hari keresahan di dalam hati saya untuk segera bekerja beribadah membantu suami. Namun kembali saya merasakan sulitnya sebagai seorang wanita di usia 44 tahun mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah.

Dengan niat yang teramat tulus dari seorang isteri yang pada saat itu dalam usia 44 tahun dan baru melahirkan anak ke tiga dan ingin membantu suami, saya melamar di PT Bank Century Tbk, dimana kebetulan pada saat itu suami saya sudah bekerja sebelumnya disana sebagai staff di Divisi Operasional.

II. TENTANG TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB SAYA
Saya diterima bekerja di PT Bank Century Tbk dan diangkat melalui keputusan direksi PT Bank Century Tbk berdasarkan surat direksi nomor 045/SK-DIR/CCENTURY/IX/2005 tanggal 15 September 2005 yang bertanggung jawab kepada Direksi serta kewenangan sebagaimana tertuang dalam:

Surat Kuasa nomor 177/Century/D/SK/IX/2005 tanggal 15 September 2005 yang ditandatangani oleh Hermanus Hasan Muslim selaku Direktur Utama dan Hamidy selaku Wakil Direktur Utama)
Surat Keputusan Direksi No.006.VSK-DIR/Century/II/2006 tertanggal 16 Februari 2006
Surat Keputusan Direksi No.09/SK-DIR/Century/II/2008 tanggal 01 Februari 2008

Dalam surat keputusan tersebut di atas, saya dibantu oleh 4 Kepala Bagian yang masing-masing telah ditetapkan tugasnya sebagai berikut:
Kepala Bagian Legal 1 (SUHANA HALIM) bertanggung jawab atas seluruh proses legal kredit di cabang-cabang dan atau wilayah Bank yang ditentukan oleh Kepala Divisi Legal agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk kelengkapan dokumen jaminan serta kebenaran pengikatan kredit dan jaminannya; memberikan bantuan atau opini hukum dalam transaksi atau perjanjian antara unit kerja bank dengan pihak ketiga; memberikan bantuan atau opini hukum terkait dengan corporate legal.

Kepala Bagian Legal 2 (YANTO SALOH) bertanggung jawab atas seluruh proses legal kredit di cabang-cabang dan atau wilayah Bank yang ditentukan oleh Kepala Divisi Legal agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk kelengkapan dokumen jaminan serta kebenaran pengikatan kredit dan jaminannya; memberikan bantuan atau opini hukum dalam transaksi atau perjanjian antara unit kerja bank lainnya dan atau manajemen bank dengan pihak ketiga; memberikan bantuan atau opini hukum terkait dengan corporate legal.

Kepala Bagian Legal 3 (GUNAWAN WIBISONO) bertanggung jawab atas penyelesaikan kredit bermasalah dan pengambil alihah agunan (AYDA) diseluruh wilayah kerja Bank; membantu dan menangani perkara-perkara yang dihadapi Bank baik di dalam mapun di luar pengadilan; mengkoordinir dan memonitor konsultan dan atau pengacara Bank dalam penanganan masalah legal Bank.

Kepala Bagian Legal 4 (SAKTI DHARMA) bertanggung jawab dalam penyimpanan dan administrasi dokumen jaminan untuk seluruh wilayah Bank agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen yang menjadi tanggung jawabnya.

Masuk ke dalam suatu Divisi Corporate Legal dengan kurang lebih 16 orang staf dan 5 orang kepala bagian legal, bukanlah hal yang mudah. Sebagai suatu bank pasca merger beberapa bulan sebelumnya, masih terasa nuansa ketidak tertiban yang kental dari sebagian besar staf yang ada di Divisi Corporate Legal dimana masing-masing staf masih membawa kultur lama bank mereka berasal. Hal ini sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh Kepala Divisi HRD yang mengingatkan saya untuk berhati-hati karena saya akan masuk ke area dimana staf saya akan susah diatur terutama yang berasal dari ex mantan karyawan Bank CIC.

Diantara tugas saya diatas, saya mendapatkan tugas untuk mengecilkan struktur organisasi di Divisi Corporate Legal, dari 5 (lima) orang kepala bagian menjadi 3 (tiga) orang kepala bagian legal. Sebelum hal ini terjadi, Direksi telah menawarkan pengunduran diri seorang kepala bagian legal ex Bank CIC yang belakangan saya ketahui orang ini banyak “mengetahui” mengenai penyimpangan yang dilakukan manajemen.

Pemilihan Kepala Bagian Legal itu sendiri dibuat se-fair mungkin oleh Divisi SDM pada saat itu, namun saya mendapat telpon dari Anton Tantular, yakni adik dari Robert Tantular untuk tetap mempertahankan Suhana Halim sebagai Kepala Bagian Legal. Saya tidak dapat bereaksi apa-apa pada saat itu karena saya tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan hal tersebut dan hanya menyampaikan hal tersebut kepada kepala Divisi SDM pada saat itu. Selanjutnya yang saya ketahui keluarnya Surat Keputusan Direksi nomor 006.1/SK-DIR/Century/II/2006 tanggal 16 Februari 2006 tentang Struktur Organisasi Divisi Corporate Legal yang kemudian diubah dengan nomor 09/SK-DIR/Century/II/2008 dan tanggal 1 Februari 2008. Sedangkan Surat Keputusan tentang penetapan Kepala Bagian Legal terpilih diterima langsung oleh masing-masing Kepala Bagian itu sendiri, tidak melalui saya, yakni Suhana Halim, Yanto Saloh dan Gunawan Wibisono pada tahun 2006 dan pada tahun 2008 ditambahkan seorang kepala Bagian Legal 4 yaitu Sakti Dharma.

Dari Surat Keputusan Direksi tentang struktur organisasi Divisi Legal sebagaimana saya sampaikan pada paragraf sebelumnya, saya bukan orang yang membuat Analisa Aspek Legal, Surat Penegasan Kredit, Surat Kuasa Direksi, Surat Persetujuan Komisaris, Perjanjian Kredit dan Perjanjian Jaminan, karena semua itu merupakan tanggung jawab dari Kepala Bagian Legal 1 atau Kepala Bagian Legal 2.

Tugas utama saya adalah menandatangani dokumen perjanjian kredit dalam kapasitas sebagai kuasa, sementara kewenangan sepenuhnya untuk memutus dan menyetujui pemberian kredit ada pada Komite Kredit yang tertuang dalam FPK (Formulir Persetujuan Kredit) yang terdiri dari Kepala Pimpinan Operasi (KPO), Kepala Kanwil III, Kepala Divisi Kredit, 2 anggota Direksi dan 2 anggota Komisaris. Nyata bahwa saya (Kepala Divisi Corporate Legal) tidak terlibat dalam proses memutuskan pemberian kredit, bahkan tidak punya kewenangan sama sekali dalam proses persetujuan kredit. Sedangkan dalam proses pencairannya dilakukan dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Divisi SKPK (Setlement Kredit dan Pelaporan Kredit).

III. TENTANG DAKWAAN TERHADAP SAYA
Bahwa saya didakwa telah melanggar pasal 49 ayat 1 untuk dan/atau pasal 49 ayat 2 UU Perbankan dalam hal pemberian kredit terhadap empat buah PT, yaitu PT WWR, PT CMP, PT AII dan PT SCI yang nyatanya berdasarkan uraian dalam butir II di atas adalah bukan tanggung jawab dan kewenangan saya.

Pembubuhan tanda tangan saya pada dokumen perjanjian kredit PT. WWR dan PT. CMP adalah dalam kapasitas sebagai kuasa direksi yang pada saat itu kredit sudah dicairkan sebelumnya. Kedua perjanjian kredit ini merupakan perubahan di atas kertas dari fasilitas Repo (Gadai Surat Berharga) yang sudah terjadi sejak tahun 2006 di Divisi Treasury yang gagal bayar menjadi faslitias kredit. Perjanjian kredit untuk CMP dibuat oleh Ni Wayan Anik dan untuk WWR dibuat oleh Suhana Halim sesuai tugas Kepala Bagian Legal I sebagaimana diuraikan dalam butir II.1 di atas.

Adapun pembubuhan tanda tangan saya dalam Akta Perjanjian Kredit untuk PT. AII adalah sebagai kuasa Direksi yang pada saat penandatanganan dihadapan notaris, surat kuasa tersebut sedang dalam proses dimintakan tandatangan direksi dan akan disusulkan, sehingga Notaris tidak dapat mengeluarkan salinan resmi akta perjanjian kredit dimaksud.
Akan tetapi ternyata Notaris mengeluarkan Surat Keterangan Notaris yang menerangkan bahwa telah ditandatangani perjanjian kredit atas nama PT. AII maka kredit dapat dicairkan.

Sedangkan untuk pencairan kredit atas nama PT. SCI sudah terjadi tanpa adanya tanda tangan saya bahkan tanpa ada perjanjian kredit.

IV. TENTANG TUNTUTAN JAKSA
Dalam tuntutan JPU, disebutkan bahwa saya secara terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Perbankan yaitu Pegawai bank dengan sengaja menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam dokumen suatu Bank atau Laporan Transaksi dst ….. dan Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 dengan dengan pidana penjara masing-masing 10 (sepuluh) tahun penjara dengan perintah agar mereka Terdakwa segera ditahan dan denda masing-masing sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar) subsidair 6 (enam) bulan kurungan, menurut saya sungguh suatu kesalahan yang besar dengan menzholimi saya. Saya yakin JPU mendapatkan tekanan atau pesanan dari pihak-pihak tertentu karena untuk kasus PT Bank Century Tbk, harus ada kambing hitam yang diajukan sebagai PENGALIHAN dari 2(dua) masalah mendasar yang terjadi, yakni :

Mengecilkan kesalahan Hermanus Hasan Muslim dan Robert Tantular dengan membagi potongan kuenya kepada para pegawai bank yang bekerja dengan sungguh-sungguh karena membutuhkan pekerjaan, namun bekerja dibawah tekanan dan ketakutan akan kehilangan pekerjaannya (khusus untuk saya, karena saya maupun suami pernah merasakan menjadi seorang pengangguran).

Masalah pencairan atas dana LPS sebesar Rp. 6,7 Triliun, yang sampai saat ini tidak pernah tuntas penyelesaiannya.
Tuntutan Hukum ini hanya melemparkan BOLA PANAS kepada Majelis Hakim agar bukan pihak kejaksaan lagi yang memegangnya, sama halnya seperti yang dilakukan oleh Bareskrim dengan melemparkan bola panas ini kepada Kejaksaan Agung sebagaimana ucapan yang disampaikan oleh Muhamad Huda penyidik di ruang perbankan : “Kalau saja Robert Tantular mau mengakui perbuatannya, ibu-ibu dua ini kan gak perlu kami naikkan statusnya jadi Tersangka”.

Sungguh suatu pukulan bagi saya dan teman-teman yang dijadikan Tersangka oleh Bareskrim, padahal bukan kami yang bertanggung jawab dan/atau yang menikmati keuntungan dari 4 perkara kredit ini dan perkara-perkara lainnya yang masih dalam pemeriksaan Bareskrim.

Mungkin Yang Mulia Majelis Hakim juga masih ingat dan memperhatikan pada saat pemeriksaan kesaksian Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim dimana kedua orang ini membawa “body guard” ke dalam ruang sidang pada saat mereka berdua diperiksa sebagai saksi sehingga hal tersebut membuat saya merasa takut, karena sebelum persidangan di mulai, saat saya dan terdakwa 1 sedang menunggu dipanggil dalam ruang sidang tiba-tiba salah seorang “body guard” tersebut dengan sengaja duduk diantara kami, padahal kursi dalam ruang sidang untuk pengunjung sidang waktu itu masih banyak yang kosong. Sungguh suatu penzholiman.

Siapakah sebenarnya yang harus dimintai pertanggung jawab atas perkara ini:

Hermanus Hasan Muslim dan Robert Tantular adalah Pihak yang harus bertanggung jawab atas perkara ini, karena semua kredit ini belakangan saya ketahui adalah untuk kepentingannya. Hal ini jelas disampaikan oleh Terdakwa 1 dalam keterangannya dihadapan kita semua dalam persidangan terdahulu. Saya tidak habis pikir mengapa saya dan Terdakwa 1 dituntut dengan tuntutan yang jauh lebih besar daripada tuntutan Hermanus Hasan Muslim dan Robert Tantular dalam tingkat Pengadilan Negeri. Adakah markus dibalik semua ini. Wallahualam, hanya Allah SWT yang mengetahuinya.

Darso Wijaya, yang belakangan baru saya ketahui sebagai mantan direktur di Bank Pikko, seorang yang sengaja mengelak dengan mengatakan bahwa dirinya adalah staf ahli direksi yang diserahi tugas menjadi Care Taker Kepala Divisi SKPK dengan mengatakan bahwa Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 melakukan persengkongkolan untuk menipu SKPK. Suatu hal yang harus dibuktikan, karena sistem sudah diatur sedemikian rupa sehingga katanya yang harus bertanggung jawab atas pencairan adalah saksi Yakobus, padahal jelas dalam usulan Perubahan User ID, Darso Wijaya (tanggal tandatangan 1/7/2006) adalah orang yang mengusulkan agar Yakobus Triguna dapat memperoleh password untuk mencairkan kredit sampai dengan jumlah Rp. 300.000.000.000,- (tiga ratus milyar Rupiah) dengan “single entry” tanpa melibatkan checker/pemeriksa atau counter password seperti lazimnya pada suatu struktur organisasi yang diberi kewenangan berjenjang.

Dalam kesaksiannya Darso Wijaya mengatakan bahwa statusnya bukan menjadi seorang Tersangka di perkara 4 kredit ini, padahal panggilan sebagai tersangka pernah dilayangkan oleh pihak Bareskrim kepadanya. Darso Wijaya adalah orang yang ditunjuk oleh Hermanus Hasan Muslim dalam menemui pengawas Bank Indonesia dalam pemeriksaan rutin Bank Indonesia, dengan alasan bahwa semua informasi dan dokumen yang akan dipinjam oleh pengawas Bank Indonesia “harus melalui 1 pintu”.

Pengawas Bank Indonesia yang harus bertanggung jawab atas disetujuinya merger PT Bank Century Tbk karena Bank Indonesia-lah yang melakukan pengawasan berkala atas Bank Century Tbk., serta mengetahui persoalan permodalan PT Bank Century Tbk yang diketahui sejak awal sudah tidak layak untuk di merger dengan dua bank lainnya, PT Bank Danpac dan PT Bank Pikko.

Mohon putusan yang seadil-adilnya.

Dengan bergulirnya bola panas tuntutan kepada Yang Mulia Majelis Hakim, saya mohon agar yang mulia Majelis Hakim dapat memutuskan perkara 4 kredit di persidangan ini dengan putusan bebas dari tuntutan hukum dan hukuman. Karena saya percaya, bahwa Yang Mulia Majelis Hakim akan memperhatikan bukan Surat Tuntutan yang isinya menurut saya tidak tepat dan tidak memperhatikan pada fakta-fakta yang ada persidangan.

Saya yakin seyakin yakinnya bahwa Yang Mulia Majelis Hakim akan memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya dan Yang Mulia Majelis Hakim mempunyai hati nurani dan akan melihat permasalahan ini dengan kepala dingin dan hati nurani serta secara obyektif, tanpa tekanan dari pihak manapun yang berkepentingan.

Perkara 4 kredit ini diajukan karena banyak pihak yang melihat permasalah PT Bank Century Tbk dari sudut yang salah dan lebih pada kepentingan bahwa perlunya laporan kepada masyarakat luas bahwa ada pegawai-pegawai bank yang telah di gelandang ke meja hijau untuk kasus PT Bank Century Tbk, yang selama 2 tahun ini gaungnya telah menggema diseluruh negeri ini, terlebih lagi ketika Pansus Century bergaung di gedung Dewan Pewakilan Rakyat (DPR).

Saya yakin yang diminta dibuka secara terang benderang adalah masalah pencairan Rp. 6.7 Triliun. Dan apabila ada kerugian yang disebabkan oleh ulah dari Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim, apakah seorang pegawai bank, walaupun dalam pasal 49 Undang Undang Perbankan kategori pegawai disebutkan dalam pasal tersebut, apakah mungkin ada beberapa orang yang dijadikan “tersangka” dalam kasus PT Bank Century Tbk, adalah orang yang dengan sengaja melakukan tindak pidana perbankan apalagi dikaitkan dengan pasal penyertaan dalam KUHP. Sungguh hal ini harus menjadi pertimbangan dari Yang Mulia Majelis Hakim, dimana pegawai bank yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah orang yang melakukan penipuan atau penyalah gunaan jabatan. Saya hanya pegawai bank yang sudah “dipola” atau “dipetakan” untuk dikorbankan.

Apalagi tidak ada analisa manajemen resiko, KYC (know your customer)/(mengenal nasabah) yang dilibatkan di awal pemberikan kredit dan dengan tidak pernah ada temuan dari Satuan Kerja Audit Intern di PT Bank Century Tbk – apakah pegawai bank yang melakukan pembiaran dengan alasan yang sama yakni ketakutan dan dibawah tekanan tidak dimintakan pertanggung jawabannya, terlebih lagi Divisi Audit semestinya sudah sejak awal mengetahui kejadian-kejadian ini karena Terdakwa 1 juga tahu bahwa ada orang dari Divisi Audit yang bertugas mengawasi segala transaksi yang dilakukan di tempat Terdakwa 1.

Saya benar-benar mengharapkan Yang Mulia Majelis Hakim tidak turut mengorbankan diri saya dan benar-benar menggunakan hati nurani dalam memutus perkara saya ini. Tak ada lain dalam pikiran saya selain nasib ketiga putri saya yang masih dalam usia sekolah, yang terkecil masih berusia 5 tahun duduk di kelas B (nol besar) di Taman Kanak-Kanak, yang kedua masih berusia 8 tahun duduk di kelas 3 Sekolah Dasar, dan yang paling tua berusia 19 tahun duduk di bangku kuliah. Sedangkan suami saya pada awal bulan Desember 2008 diputus kontrak kerjanya dengan PT Bank Century Tbk., yakni selang beberapa hari setelah LPS mengambil alih PT Bank Century Tbk.

Yang Mulia Majelis Hakim

yakin bahwa Allah SWT tak penah lalai dan tertidur dalam menjaga umat Nya dan pengadilan Nya lah adalah pengadilan yang seadil-adilnya. Oleh karenanya saya mohon agar Yang Mulia Majelis Hakim memberikan putusan bebas, karena saya yakin Yang Mulia Majelis Hakim adalah orang-orang yang tidak akan berada dalam suatu pengaruh maupun tekanan dari pihak manapun.

Demikian Pledoi Pribadi ini saya sampaikan.
Wassalamu alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Hormat saya,

Hj. R. Arga Tirta Kirana



Dan inilah pertimbangan hakim memutuskan untuk mejatuhi hukuman 3 tahun dan denda Rp.5 Miliar :


1. Majelis hakim yang dipimpin oleh Nirwana menyatakan bahwa benar Linda dan Arga merupakan karyawan Bank Century sehingga perbuatan terdakwa di hukum dengan UU Perbankan.

2. Linda dan Arga terbukti dengan sengaja mencairkan kredit ke 4 perusahaan dengan tidal cermat dan tidak sesuai prosedur sebesar Rp 360 miliar. Seperti tidak melakukan wawancara dengan debitur, tidak mengecek ke lapangan untuk melihat harta debitur, tidak dilakukan analisa dan tidak dilakukan aspek legal lain.

3. Linda memerintahkan anak buahnya, Santi dan Arga memerintahkan Ni Wayan untuk memroses berkas lebih lanjut. Ini menunjukan adanya unsur kesengajaan dalam kredit bermasalah.

4. Tidak terbukti adanya perintah komando dari pimpinan. Padahal menurut keyakinan hakim, terdakwa punya waktu untuk melawan perintah tersebut. Ketakutan untuk di pecat dari pekerjaan sesuai pledoi terdakwa juga dinilai hanyalah kesimpulan subjektif yang dibuat oleh masing-masing terdakwa.

5. Linda dan Arga terbukti tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank (Pasal 49 ayat 2 huruf b).

6. Perbuatan terdakwa diancam dengan pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 8 tahun serta denda minimal Rp 5 Miliar dan maksimal Rp 100 miliar (Pasal 49 ayat 2 huruf b).

Menyimak dan menelaah dari pledoi dan pertimbangan hakim, dan dengan tidak mengurangi rasa hormat saya pada kemampuan hakim dan memutuskan perkara serta tanpa bermaksud membela pihak tertentu, secara pribadi saya berpendapat :


- Bahwa kasus ibu Arga, ibu Alanda Kariza itu syarat dengan kepentingan politik, bola liar dana talangan atau bail out senilai Rp.6,7 T, makin tak jelas juntrungannya bahkan secara politik lewat hak angket DPR tak mampu diselesaikan secara tuntas ;

- Bahwa jajaran Direksi (baca UU No.40 tahun 2007 tentang PT) dan pemilik Bank century jelas mempunyai andil besar dan bertanggung jawab dalam pemberian fasilitas kredit kepada 4 perusahaan senilai Rp.360 M, dan selaku karyawan bank swasta Ibu Arga ada dalam situasi dilematis antara menuruti perintah atasan atau kehilangan pekerjaannya ;

- Bahwa berkaca dari kasus-kasus perbankan Indonesia terdahulu seperti BLBI, pembobolan BNI, pemilihan Gubernur BI, dana LPS dan terakhir pembobolan uang di City Bank, kebanyakan politik penegakan hukum di Indonesia hanya menyentuh pada para pelaksana (dader) namun tidak untuk aktor intelektualnya (intelectual dader), kemungkinan karena kuatnya pengaruh kekuasaan dan kemampuan finansial yang memadai ditambah aparat yang bisa dibeli mempermudah langkah para penjahat perbankan ini melakukan aksinya dan lagi-lagi rakyat selaku pengguna jasa industri ini yang dirugikan ;

- Bahwa karyawan atau pekerja bekerja bertanggung jawab pada pimpinan atau direksi, sepanjang tidak melakukan pebuatan pidana, mengganggu ketertiban umum dan kesusilaan karyawan/pekerja tidak dapat dipersalahkan (pasal 1367 KUHPerdata) sebab mereka bertindak berdasarkan perintah atasan dan menjadi tanggung jawab perusahaan, namun parahnya kasus bu Arga para pimpinan ini cuci tangan dan tidak berani mengakui perbuatannya bahkan menyalahkan karyawan,. huh,.. terlalu,..,model pemimpin seperti itu tidak pantas disebut pemimpin mending kelaut aja,.

- Bahwa kasus bu Arga pernah saya sampaikan kepada pak Haryono Umar, pimpinan KPK bidang penindakan saat diskusi soal korupsi, singkatnya menurut beliau prinsip kehati-hatian,manajemen resiko, KYC (know your costumer)dan whistle sistem (semacam pengaduan secara internal) harus diterapkan yang demikian paling tidak meminimalisir perbuatan atau tindakan yang merugikan bank sendiri dan nasabah,.


Demikianlah uraian singkat, moga bermanfaat dan menjadi pembelajaran bagi kita semua,.


wassalam,.

Sabtu, 16 April 2011

Mengenal Kontrak




ANALISA KONTRAK

Sering kita mendengar kata kontrak seperti ; berapa tahun kontrak rumahnya, buatkan dulu kontraknya sebelum lakukan pekerjaannya, maaf saya tidak bisa menandatangani kontrak ini karena masih terikat dengan kontrak lain (artis, celebritis, figur public), Miss x tidak datang padahal sudah kita kontrak,. semua istilah yang digunakan untuk menggambarkan dan menyimpulkan bahwa kontrak itu perjanjian atau kesepakatan.

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris Contract yang berarti perjanjian, dalam praktek sering juga digunakan kata agreement misalnya Loan Agreement, Joint venture Agreement, istilah tersebut tidak menjadi permasalah tergantung para pihak yang membuat perjanjian.

Unsur-Unsur Perjanjian
a. Ada para pihak
Minimal terdiri dari dua orang baik orang pribadi (naturlijk persoon) atau recht persoon (badan hukum) yang cakap dan punya wewenang membuat perjanjian ;

b. Ada Persetujuan
Para pihak diberikan kebebasan untuk mengadakan konsensus dalam perjanjian

c. Ada tujuan yang dicapai
Suatu perjanjian harus mempunyai satu atau beberapa tujuan yang ingin dicapai sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kebiasaan di masyarakat dan kesusilaan ;

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan
Dalam perjanjian para pihak mempunyai hak dan kewajiban dan salah satu pihak berhak menuntut pelaksanaan prestasi sedangkan yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

e. Bentuk tertentu
Perjanjian dapat dibuat secara tertulis (bawah tangan atau akta autentik) dan lisan.

f. Ada syarat-syarat tertentu
Perjanjian adalah Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya (facta sun servanda), agar perjanjian sah harus memenuhi syarat dan ketentuan-ketentuan tertentu.

Asas-asak Hukum Perjanjian/kontrak


- Asas kebebasan berkontrak ;
- Asas Konsensualisme (offer and acceptance) ;
- Asas kebiasaan ;
- Asas kepercayaan ;
- Asas kekuatan mengikat ;
- Asas persamaan hukum ;
- Asas peralihan resiko ;
- Asas ganti kerugian ;
- Asas kepatuhan (pasal 1339 KUHPerdata) ;
- Asas sistem terbuka ;
- Asas kewajaran (fairness) ;
- Asas ketepatan waktu ;
- Asas kerahasiaan (confidentiality) ;
- Asas Keadaan Darurat ;
- Asas pilihan hukum (tegas atau secara diam-diam) ;
- Asas penyelesaian perselisihan.

Dasar hukum Kontrak

KUHPerdata S.1847 No.23 dalam Buku III tentang perikatan
(Van Verbintenissen)

Syarat Sah perjanjian (pasal 1320 KUHPerdata)

- Sepakat yang mengikatkan diri ;
- Kecakapan untuk membuat perikatan ;
- Suatu hal tertentu ;
- Sebab yang halal.

Bentuk Kontrak

- Secara lisan ;
- Secara tertulis (surat/akta)
a. surat/akta bawah tangan ;
b. akta autentik
Dibuat dihadapan pejabat yang diberikan wewenang untuk membuatnnya, contoh akta kelahiran dibuat Pejabat Kantor Catatan Sipil, Akta relaas oleh juru sita, keputusan menteri, Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris.

Syarat-syarat Kontrak
Ada 3 syarat dalam akta perjanjian :
a. Syarat esensialis
merupakan bagian yang mutlak harus ada dalam perjanjian jika tidak memenuhi syarat ini perjanjian menjadi cacat misal dalam jual beli harus ada harga dan barangnya.

b. syarat Naturalis
syarat yang biasa atau lazim dicantumkan dalam perjanjian, bila syarat ini tidak ada maka tidak cacat dan tetap sah, misalnya mengenai cara pembayaran, cara penyerahan barang, resiko, masalah denda, dan sebagainya.

c. Syarat Aksidentalia
adalah syarat yang bersifat khusus, tidak mutlak dan tidak biasa, tapi bila para pihak menghendaki untuk dicantumkan dapat dimuat dalam perjanjian, contoh dalam perjanjian sewa menyewa ; pemilik wajib memperaiki dan mengecat rumah dengan warna putih dan cat plafond seluruh ruangan. dll.


Anatomi Kontrak/perjanjian
1. Judul ;
2. Kepala ;
3. Komparisi ;
4. Sebab/ dasar ;
5. syarat-syarat ;
6. Penutup dan ;
7. Legalisasi (penandatanganan).



Demikian, moga bermanfaat bagi kita semua,. 

Minggu, 10 April 2011

LAWAN KORUPSI !



KORUPSI DI INDONESIA

Ada yang bilang korupsi itu seperti buang angin (kentut), berbau tapi tidak nyata, korupsi adalah kata serapan dari bahasa Inggris "corruption", yang berasal dari dua kata bahasa Latin yaitu com yang artinya bersama-sama dan rumpere yang berarti jebol atau rusak. Dalam bahasa latin corrumpere yang berarti ; busuk, rusak, meggoyahkan, memutar balik dan menyogok.

Menurut Hatta korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya, namun beberapa pengamat berpendapat korupsi hanya perilaku buruk dari masyarakat, apapun penjelasannya korupsi telah menjadi penyakit yang merusak sendi kehidupan ekonomi dan sosial republik ini.

Dilihat dari sejarahnya di Indonesia korupsi telah ada sejak jaman penjajahan, ketika VOC mendirikan kartel-kartel ekonominya untuk menguasai rempah-rempah dan perdagangan di Indonesia berlanjut sampai Orde Lama, Orde Baru dan Orde reformasi.

Korupsi dalam arti luas bak virus yang menjangkiti orang tua-muda, pria-wanita, kaya-miskin, rakyat-pejabat, penguasa-pengusaha, politikus-markus, tak ada yang tak kenal kata korupsi.

Anak sekolah korupsi dengan mencotek/ngepek, pedagang mengurangi timbangan, pengusaha menipu konsumen, pejabat mark up anggaran, politikus seperti tikus,dagang sapi dan jual suara rakyat, ya begitulah fenomena korupsi dengan cara dan bentuknya.

Dalam konsideran UU Korupsi 31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 menjelaskan bahwa korupsi telah merusak sendi-sendi ekonomi dan sosial masyarakat dan korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime selain terorisme dan narkoba.

Mungkin kita tidak melihat korelasi langsung bahwa kemiskinan, jalan berlubang, jembatan yang ambruk, gedung sekolah yang baru tiga bulan langsung ambruk, biaya kesehatan yang mahal dan pelayanan kepada masyarakat yang buruk merupakan dampak dari korupsi jangka pendek maupun jangka panjang.

Unsur Korupsi
Paling tidak ada beberapa unsur yang disebut tindak pidana korupsi antara lain pasal 2 dan pasal 3 No.31 tahun 2009) :
Pasal 2
- setiap orang ;
- melawan hukum ;
- memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi ;
- merugikan keuangan negara atau ekonomi negara.
Pasal 3
- setiap orang ;
- menguntungkan diri sendiri orang lain atau korporasi ;
- menyalahgunakan wewenang, kesempatan dan sarana yang ada padanya ;
- karena jabatan atau kedudukannya ;
- merugikan keuagan negara dan perekonomian negara.

sebagai kejahatan yang luar biasa penanganannya juga harus luar biasa dan komprehensip, oleh karena itu sistem (undang-undang) dan para penegak hukum harus berjalan bersama-sama memberantas korupsi, sebab bila penegak hukumnya kotor maka pemberantasan korupsi tidak jalan begitu juga sebaliknya undang-undang korupsi juga harus tegas dan tidak mentolerir perkara korupsi, ada beberapa hal yang menarik yang diutarakan oleh DR.HARYONO UMAR, pimpinan KPK bidang penindakan saat diskusi tentang perkara korupsi yang diadakan keluarga purna adyaksa di Palembang.

Bahwa korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa selain terorisme dan narkoba, saat ini mengalami tantangan yang berat setelah para pimpinannya yang dikriminalisasi sekarang pemerintah ingin mereduki pasal-pasal dalam UU No.31 tahun 1999 jo. UU No.20 tahun 2001 dengan mengajukan draft perubahan UU korupsi yang menurutnya bukan menguatkan tapi malah melemahkan UU korupsi antara lain ;

- Ancaman pidana korupsi paling singkat hanya 1 tahun yang sebelumnya 4 tahun ;
- Menghilangkan ancaman hukum mati sesuai dengan konvensi anti korupsi ;
- Korupsi kurang dari Rp.25.000.000,- tidak boleh ditindak tapi cukup diselesaikan secara administratif, yang demikian menjadi bahaya misalnya jika korupsi dilakukan pejabat setingkat lurah, camat, atau RT sekalipun, maka akan tidak tersentuh sama sekali ;

Alih-alih ingin memperbaiki tetapi malah melemahkan undang-undang, sehingga sangat kentara kalau ada upaya-upaya yang ingin mereduksi undang-undang korupsi dan mengkibiri kewenangan pejabat KPK karena UU korupsi dan KPK dianggap menjadi ancaman bagi penguasa.

Hal yang demikian juga diamini oleh para anggota Dewan yang saat ini sibuk dengan rencana pembangunan gedung baru, para politisi di senayan ini membuat ulah baru lagi setelah rumah aspirasi, jalan-jalan ke eropa, pembangunan rumah dinas yang ditentang habis-habisan oleh rakyat, kini minta gedung baru berikut fasilitas SPA, kolam renang dan ruang istirahat dengan berbagai alasan agar kepentingannya terpenuhi, padahal satu ruang kerja sama dengan membangun delapan rumah sederhana, dan dengan budget Rp.1,2 triliun dapat membangun ratusan sekolah di Indonesia, berkaitan dengan korupsi anggota dewan agaknya takut menggunakan kewenangan mereka untuk membuat undang-undang yang berkaitan dengan korupsi menjadi senjata makan tuan, lihat saja berapa banyak anggota dewan yang tersangkut perkara korupsi terakhir ditangkapnya beberapa anggota dewan terkait menerima dana travel cek atas pemenangan Miranda S.Gultom sebagai gubernur BI, mungkin inilah alasan yang paling realistis dan logis dengan tidak disahkannya UU Tipikor dan pembuktian terbalik.

Saya sebagai anak bangsa yang lahir dari rahim reformasi yang dibidani mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi merasa perihatin atas pemberantasan korupsi di Indonesia, karena menurut survei Indonesia negara terkorup dengan peringkat 137 dari 158 negara,. hm.,, prestasi yang sangat luar biasaaaaaaaaaaaaaaa buruk.

Namun kita tidak boleh putus asa, bahaya laten korupsi dapat dicegah secara dini dengan pemberian edukasi kepada masyarakat dan pengawasan, sembari tetap meningkatkan budaya malu dan jujur.

Akhinya menyitir sedikit puisi yang dibuat Adhie Massardi, Negeri Para Bedebah " apabila negerimu dikuasai para bedebah jangan buru-buru mengadu kepada Allah, karena Allah tidak mengubah suatu kaum kecuali kaum itu sendiri merubah dirinya sendiri, karena itu apabila negerimu dikuasai para bedebah usirlah dengan revolusi jika tidak bisa dengan demonstrasi bila tidak bisa juga dengan diskusi tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan".

Sabtu, 02 April 2011

Dispenda


PENDAPAT HUKUM
Oleh : Koko Efendi, SH


DASAR HUKUM PEMERINTAH KOTA PALEMBANG MELALUI DISPENDA MEMUNGUT PAJAK BPHTB PER 1 JANUARI 2011 DAN AKIBAT HUKUMNYA


Bahwa sejak tanggal 1 Januari 2011 pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan diserahkan hak memungutnya dari Pajak Pusat kepada Pajak Daerah melalui Undang-Undang No.28 tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan berlakukanya undang-undang ini maka undang-undang BPHTB yang lama UU No.20 tahun 2000 tidak berlaku lagi.

Beralihnya hak untuk memungut pajak BPHTB dari pusat ke Daerah mempunyai implikasi teknis dan hukum bagi masyarakat, perusahaan pembiayaan seperti perbankan, notaris/PPAT dan bagi pemeritah daerah sendiri.

Implikasi tersebut diantaranya meliputi kesiapan pemerintah daerah atas system yang digunakan untuk penyetoran pajak BPHTB, dasar penentuan nilai transaksi Objek yang dikenakan BPHTB dan dasar hukum pemerintah daerah menetapkan aturan pajak dan retribusi daerah sebagai aturan pelaksana dari Undang-undang No.28 tahun 2009 berupa peraturan daerah, peraturan walikota/bupati atau Surat keputusan walikota/bupati.

Mengingat Kota Palembang sebagai salah satu kota yang telah menerapkan UU No.28 Tahun 2009, maka perlu untuk dikaji secara mendalam apakan telah sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah utamanya mengenai dasar hukum penerapan undang-undang tersebut.


Pertanyaannya adalah apakah dasar hukum pemerintah kota Palembang melalui dispenda memungut pajak BPHTB per 1 Januari 2011 berikut akibat hukumnya ?


Perundang-Undangan

Peraturan mengenai pajak dan retribusi Daerah diatur dalam Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.


Uraian Fakta dan kronologis

- Bahwa per 1 Januari 2011 penyetoran pajak BPHTB beralih dari kantor Pajak Pratama Palembang kepada pemerintah kota Palembang melalui Dinas Pendapatan Daerah ;

- Bahwa penerapan beralihnya penyetoran pajak daerah tersebut pemerintah daerah Kota Palembang mensosialisakikan sistem dan tata cara penyetoran pajak BPHTB dengan mengundang Notaris/PPAT dan stakeholder lainnya.

- Bahwa sampai saat ini Pemerintah Daerah Kota Palembang belum mengundangkan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No.28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sementara itu Dinas Pendapatan Daerah tetap menerima pajak BPHTB dari masyarakat.


Analisa Hukum

Menurut pasal 1 Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah adalah :
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selanjutnya berdasarkan pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang ini menyebutkan bahwa :
(1) Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(2) Peraturan Daerah tentang Pajak tidak berlaku surut.

Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah Kota Palembang untuk tidak mengundangkan peratuan daerah sebagai landasan hukum pemungutan pajak BPHTB padahal pajak telah dipungut per 1 Januari 2011.


Pendapat Hukum

- Bahwa Pemerintah kota Palembang melalui Dinas Pendapatan Daerah tidak berhak dan berwenang memungut pajak BPHTB dari masyakarat dengan pertimbangan hukum bahwa peraturan pelaksana berupa peraturan daerah atau peraturan walikota Palembang sampai saat ini belum diundangkan oleh pemerintah daerah sebagaiman dinyatakan dalam pasal 95 ayat (1) Undang-undang No.28 tahun 2009 tentang Pajak dan retribusi daerah dan Apabila peraturan daerah kemudian nanti diundangkan maka tidak bisa berlaku surut atau non retrokatif sebagaimana disebutkan dalam pasal 95 ayat (2).

- Bahwa terjadi kekosongan hukum atas beralihnya pajak daerah ke Pemerintah daerah Kota Palembang menimbulkan ketidakpastian hukum (recht zakerheid).

- Bahwa seluruh pajak yang telah dipungut sejak 1 Januari 2011 oleh Pemerintah Kota Palembang menjadi tidak sah karena tidak mempunyai landasan hukum atas perbuatan hukum yang dilakukan pemerintah daerah Kota Palembang melalui Dinas Pendapat Daerah.

- Bahwa Pemerintah Daerah Kota Palembang dan Dinas Pendapatan Daerah telah lalai dan menggunakan kekuasaan diluar kewenangannya yang berpotensi disalahgunakan dan merugikan keuangan daerah.


Kesimpulan dan Saran

- Bahwa Pemerintah Daerah Palembang memang harus menjalankan perintah Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak dan retribusi Daerah namun demikian tidak boleh mengabaikan aspek legalitas, sehingga terkesan memungut pajak sebesar-besarnya dan mengesampingkan rasa keadilan dan legalitas.


Demikianlah pendapat hukum ini disampaikan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Palembang, 02 April 2011.